Jakarta, b-Oneindonesia – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tengah menyusun kebijakan terkait dengan Tunjangan (THR) keagamaan tahun 2021. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah (18/03) mengatakan pihaknya tengah menghimpun masukan dan informasi terkait kondisi dunia usaha menjelang dan saat lebaran tahun ini.
Menurut Ida, masukan dan informasi tersebut dilakukan dengan berkoordinasi dengan Kementerian/lembaga hingga pihak-pihak terkait lainnya. Sekretaris Jenderal Kemnaker, Anwar Sanusi, mengatakan pihaknya masih menggodok aturan terkait THR keagamaan ini. Menurutnya, Kemenaker masih menelaah apakah kebijakan THR tahun ini akan sama seperti tahun lalu atau akan terdapat penyesuaian lainnya.
Menyikapi masalah ini, Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin, Sabtu (20/03/2021) memberikan masukan kepada pemerintah agar menjadi bahan pertimbangan kebijakan.
“Hari ini semua aspek kehidupan di Indonesia tengah dibayang-bayangi oleh Corona. Kita sedang menghadapi fase-fase sulit. Maka penting untuk bisa menyatukan persepsi bersama bagaimana kita semua dapat menjadi bagian yang utilitas dalam merajut kebersamaan melewati badai ujian ini”, ujar senator muda asal Bengkulu ini.
Maka mengenai tunjangan hari raya keagamaan, lanjut Sultan, kita yakin pemerintah pasti menjadi wasit yang adil dengan tidak hanya berpihak kepada kepentingan pengusaha (korporasi), tapi juga harus melihat dari sudut pandang kehidupan para buruh terkait tekanan Pandemi. Tapi dengan syarat bahwa semua harus menerima dengan besar hati dan bijaksana.
Sultan juga menguak fakta dari Jobstreet Indonesia yang melakukan survei terhadap tenaga kerja yang terkena dampak dari pandemi covid-19 pada akhir tahun 2020. Hasilnya sebanyak 35% pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 19% pekerja dirumahkan sementara.
Country Manager Jobstreet Indonesia Faridah Lim menjelaskan, lebih dari 50% tenaga kerja di Indonesia mengalami dampak dari pandemi covid-19, entah itu di PHK atau dirumahkan sementara.
“Banyak usaha yang gulung tikar, banyak juga usaha yang memberhentikan permanen dan merumahkan sementara karyawan. Dalam kondisi seperti ini justru survive dan dapat bertahan adalah hal yang paling penting. Jadi untuk kelompok buruh saya sangat meminta kita dapat duduk bersama dengan pemerintah membahas kebijakan ini. Apakah kemudian secara tekhnis tunjangan keagamaan ini dibayarkan penuh seratus persen atau dicicil itu kemudian menjadi kesepakatan secara tekhnis. Yang penting semangat kita sama dan dijamin oleh Undang-Undang yaitu buruh mendapatkan haknya dalam berhari raya”, tambah eks Wakil Gubernur Bengkulu ini.
Ketentuan mengenai THR baik terkait perhitungan dan siapa yang berhak mendapatkan THR diatur dalam Permenaker nomor 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Tahun lalu pemerintah membuat surat edaran Menteri Ketenagakerjaan nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Covid-19 bertujuan untuk memastikan pekerja tetap mendapat haknya dengan tetap memperhatikan kondisi perusahaan. Dengan SE tersebut, perusahaan tidak mampu membayar THR keagamaan pada waktu yang ditentukan, maka pemberian THR bisa dilakukan secara bertahap atau ditunda.
Mengenai wacana ini, Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Roy Jinto Ferianto saat on air di Radio PRFM 107.5 News Channel (20/03) mengancam akan terjadi demo besar oleh buruh jika pemerintah tetap memutuskan pemberian tunjangan hari raya (THR) 2021 dicicil.
Terakhir kader jebolan HIPMI ini merefleksikan tentang sikap Pemerintah yang menyadari bahwa sektor ekonomi kita berada diambang resesi akibat dari dampak Pandemi. Maka ia mengajak untuk menyambut baik serta mendukung segala bentuk ikhtiar pemerintah dalam proses menjaga stabilitas serta mengagregasi grafik pertumbuhan ekonomi.
“Saya menyampaikan keinginan bahwa pemerintah harus lebih antusias dan responsif dalam menyikapi Masalah terkait hak-hak buruh. Mari bahas ini dalam satu meja dan tak mesti sampai demo buruh terjadi, sebab kita ingin iklim usaha di Indonesia dapat kondusif. Saat ini yang harus dilakukan pemerintah melalui Menaker adalah segera mengundang seluruh stakeholder khususnya perwakilan dari asosiasi-asosiasi buruh agar rumusan kebijakan seputar tunjangan keagamaan ini bisa berpihak kepada setiap kelompok tanpa ada satu pihak pun yang merasa dirugikan atau ditinggalkan”, tutupnya.
Komentar