Tim Hukum dan Advokasi Pendiri Blue Bird Group DR. S. Roy Rening, S.H., M.H. adakan konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat pada Rabu (27/07/22).
Jakarta, b-Oneindonesia – Elliana Wibowo, ahli waris Pendiri Blue Bird dan salah satu pemegang saham di Blue Bird menggugat Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya di PN Jakarta Selatan, pada Jumat, 22 Juli 2022.
Gugatan praperadilan tersebut ditujukan karena Polda Metro Jaya memutuskan penghentian penyidikan terhadap kasus kekerasan fisik-psikis (penggeroyokan dan/atau penganiayaan) terhadap Elliana Wibowo dan Alm Janti Wirjanto (Isteri dari Alm. Surjo Wibowo). Alm. Surjo Wibowo adalah salah satu pendiri Blue Bird Group dan pemegang saham 35% Blue Bird Group.
Tim Hukum dan Advokasi Pendiri Blue Bird Group DR. S. Roy Rening, S.H., M.H. dan kawan-kawan dalam konferensi pers dikawasan Jakarta Pusat pada Jumat (27/7) mengatakan, hingga saat ini, Elliana Wibowo tidak mendapatkan keadilan atas peristiwa kekerasan fisik berupa pengeroyakan atau penganiayaan termasuk intimidasi secara psikis yang terjadi pada 23 Mei 2000 di Ruang Rapat Direksi Gedung Pusat PT Blue Bird.
“Atas dasar tersebut, Ibu Elliana Wibowo memutuskan untuk menggugat Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya dengan mengajukan permohonan pra peradilan ke PN Jakarta Selatan,” ujar Roy.
Roy mengatakan, pihaknya sudah mengajukan gugatan praperadilan kepada Polda Metro Jaya yang berkaitan dengan penghentian kasus kekerasan fisik 20 tahun lalu.
“Memang menarik kasus yang terjadi 20 tahun lalu dibuka kembali atas nama keadilan,” ujar Roy.
Menurut Roy, permohonan praperadilan itu berdasarkan pada penetapan penghentian penyidikan yang ditetapkan oleh Polda Metro Jaya dinyatakan tidak berdasar karena penyidikan sebelumnya telah menghasilkan adanya dugaan pengeroyokan dan penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP dan PAsal 351 KUHP.
Selain itu juga telah muncul perintah dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan Pra peradilan No 03/Pdi/Prap/2001/PN.Jak.Sel yang memerintahkan agar Penyidik Kepolisian melimpahkan berkas kepada Kejaksanaan Negeri Jakarta Selatan.
Selanjutnya, putusan Pra Peradilan PN Jakarta Selatan juga telah berkekuatan hukum tetap dan untuk itu tidak ada kemungkinan lain kecuali melimpahkan berkas perkara kepada Kejaksaaan Negeri Jakarta Selatan.
Roy mengatakan, pengajuan Permohonan Pra Peradilan yang diajukan oleh Elliana Wibowo merupakan bagian dari pengawasan secara horisontal terhadap praktik penegakan hukum yang terjadi di Kepolisian dan bagian dari upaya mendukung Polri Presisi dimana salah satu prioritasnya adalah (1) Peningkatan Kinerja Penegakan Hukum (2) Penguatan Fungsi Pengawasan dan (3) Pengawasan oleh Masyarakat Pencari Keadilan (Public Complain).
Gugatan kepada Purnomo Prawiro Cs dan Mantan Kapolri
Roy mengatakan, selain mengajukan Permohonan Pra Peradilan, Elliana Wibowo juga sedang memperjuangkan hak – haknya sebagai salah satu pemegang saham pendiri.
Sejak awal 2013 hingga saat ini belum menerima dividen dari Blue Bird Group.
Untuk itu, katanya, Elliana Wibowo mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) didaftarkan di PN Jakarta Selatan pada hari Jumat, 22 Juli 2022 dengan register perkara perdata Nomor 677/Pdt.G/2022/PN.JKT.SEL.
“Upaya hukum tersebut dilakukan oleh karena ibu Elliana Wibowo merasa hak-hak ekonominya selaku pemegang saham pendiri sebesar 15,35 persen dirugikan karena tidak menerima dividen selama 10 tahun enam bulan sampai dengan gugatan ini didaftarkan,” ujarnya.
Adapun pihak-pihak yang digugat dalam perkara perdata PMH tersebut adalah Dr. H Purnomo Prawiro, Noni Sri Ayati Purnomo, Hj Endang Purnomo, Dr Indra Marki Kepala Kepolisian Republik Indonesia cq Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jenderal Polisi (Purn) Drs. H. Bambang Hendarso Danuri, M.M., PT Big Bird, PT Blue Bird Tbk sebagai para Tergugat dan Otoritas Jasa Keuangan serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai para Turut Tergugat.
Adapun kerugian perdata yang dialami Elliana Wibowo sebagai Penggugat sebagai akibat dari serangkaian peristiwa kekerasan fisik-Psikis (dugaan pidana penggeroyakan dan/atau penganiayaan) yang dihentikan penyidikannya serta tidak dibayarkankannya dividen selama 10 tahun enam bulan yang dikualifikasi sebagai kerugian materiil adalah sebesar Rp. 1.363.768.900.000,- (Satu triliun tiga ratus enam puluh tiga milyard tujuh ratus enam puluh delapan juta sembilan ratus ribu rupiah) dan kerugian immaterial sebesar Rp. Rp.10.000.000.000.000 (sepuluh triliun rupiah).
“Upaya hukum ini dilakukan, agar Ibu Elliana yang merupakan korban kekerasan fisik-psikis segera mendapatkan hak-haknya kembali sebagai ahliwaris dari pendiri Blue Bird Group,” jelasnya.
Awal mula terjadinya Kasus
Roy mengatakan, kasus ini berawal dari Rapat Umum Pemegang Saham Blue Bird pada 23 Mei 2000, yang berlangsung di Ruang Rapat Direksi, Gedung Pusta PT Blue Bird Taxi, Elliana Wibowo dan Alm Janti Wirjanto mendapatkan kekerasan fisik/pengeroyokan, dan intimidasi psikis yang dilakukan oleh dr. H. Purnomo Prawiro (Direktur PT Blue Bird), Noni Sri Aryati Purnomo (Komisaris PT Blue Bird Tbk), Hj Endang Purnomo, dan dr. Indra Marki.
Peristiwa kekerasan fisik-psikis (pengeroyokan dan/atau penganiayaan) telah dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan No Pol 1172/935/K/V/2000/ RES JAKSEL tertanggal 25 Mei 2000.
Penyidik Polres Jakarta Selatan telah melakukan proses penyelidikan dan penyidikan yang akhirnya menetapkan status Tersangka kepada dr. H. Purnomo Prawiro, Hj. Endang Purnomo, Noni Sri Aryati Purnomo, dan dr Indra Marki.
Penyidik Polres Jakarta Selatan juga telah melakukan pengiriman berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, tetapi kemudian dikembalikan oleh Kejaksaan kepada Penyidik Polres Jakarta Selatan melalui Surat Nomor B-78/P1.13.3/E.2/08/2000 tanggal 4 Agustus 2000, dan setelahnya pihak kepolisian tidak menindaklanjuti petunjuk jaksa dan mengabaikan perkara yang dilaporkan tersebut.
Elliana Wibowo lalu mengajukan permohonan pra peradilan di PN Jakarta Selatan dengan register No perkara 03/Pdi/Prap/2001/PN.Jak.Sel tertanggal 2 April 2001, yang pada pokok PN Jakarta Selatan memutuskan agar Polres Jakarta Selatan segera melimpahkan berkas perkara dalam Laporan Polisi No. Pol. 1172/935/KA//2000/Res,Jak.Sel., tertanggal 25 Mei 2000 kepada Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta.
Namun pada 4 Agustus 2001 terbit Telegram dari Kadit Serse Polda Metro Jaya No Pol.TR/20/2001 Tanggal 4 Agustus 2001 yang pada pokoknya menyatakan menarik perkara dimaksud ke Polda Metro Jaya dengan alasan menjadi atensi pimpinan.
Berdasarkan penarikan perkara tersebut ke Polda Metro Jaya, Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Ketetapan No :
No Pol.TR/20/2001 Tanggal 4 Agustus 2000 yang pada pokoknya menyatakan menarik perkara dimaksud ke Polda Metro Jaya dengan alasan menjadi atensi pimpinan.
Berdasarkan penarikan perkara tersebut ke Polda Metro Jaya, Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Ketetapan No : S.TAP/28/III/2001/Dit/Reserse tentang Penghentian Penyidikan (SP-3) terhadap Laporan Polisi No Pol : 1172/935/K/V/2000/RES.Jaksel tanggal 25 Mei 2000 dengan alasan tidak cukup bukti Atas penghentian penyidikan tersebut, Polda Metro Jaya lalu menerbitkan 4 ketetapan yaitu:
Surat Ketetapan No Pol : S.Tap/31/IIII/2001/Dit. Reserse tanggal 28 Maret 2002 mengenai Penghentian Penyidikan atas nama TERSANGKA dr H Purnomo Prawiro;
Surat Ketetapan No Pol : S.Tap/29/IIII/2001/Dit. Reserse tanggal 28 Maret 2002 mengenai Penghentian Penyidikan atas nama TERSANGKA Noni Sri Aryati Purnomo
Surat Ketetapan No Pol : S.Tap/28/IIII/2001/Dit. Reserse tanggal 28 Maret 2002 mengenai Penghentian Penyidikan atas nama TERSANGKA Hj Endang Purnomo dan
Surat Ketetapan No Pol : S.Tap/30/IIII/2001/Dit. Reserse tanggal 28 Maret 2002 mengenai Penghentian Penyidikan atas nama TERSANGKA dr. Indra Marki.
Komentar