Jakarta,b-oneindonesia co.id – Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengatakan pidato Presiden Sukarno pada hari ulang tahun Republik Indonesia 17 Agustus 1966 dengan gamblang menjelaskan bahwa skema pembangunan nasional tidak hanya bertumpu pada pembangunan fisik semata. Hal pertama yang harus dibangun adalah membangun jiwa, membangun mental bangsa Indonesia.
“Tentu saja keahlian perlu. Tetapi keahlian saja tanpa dilandaskan pada jiwa bangsa yang besar dan kokoh, maka suatu bangsa itu tidak akan mencapai tujuannya. Inilah perlunya, sekali lagi, mutlak perlunya pembangunan karakter bangsa/nation and character building,” jelas Ahmad Basarah dalam keterangan tertulis, Selasa (29/10/2019).
Kepada 1.500 mahasiswa-mahasiswa terpilih dari berbagai kampus di Jabodetabek dalam acara yang diinisiasi oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu, Basarah juga menguraikan pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia. Menurutnya, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu cita-cita proklamasi yang termaktub jelas pada alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Kemudian, ditegaskan juga dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa pelaksanaan pendidikan nasional harus berpijak pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Pendidikan, sambung Basarah, jangan hanya terjebak pada orientasi pasar semata. Integrasi teknologi dalam dunia pendidikan memang perlu. Namun yang menjadi titik tekan adalah pembangunan pendidikan harus terintegrasi dan dijiwai dengan spirit Pancasila.
“Harapan kita kepada Mendikbud dan Menristek/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional mampu menerjemahkan cita-cita kemerdekaan Indonesia dan mampu menjabarkan amanat lagu Indonesia Raya, ‘Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya untuk Indonesia Raya’. Kita menunggu terobosan Mendikbud dan Menristek untuk menginisiasi masuknya kurikulum Pancasila di semua jenjang pendidikan dengan menyandingkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila,” jelas Basarah.
Terakhir, Basarah mengulas alasan historis di balik peringatan hari-hari bersejarah bangsa Indonesia yang diperingati setiap tahun, termasuk perayaan 91 tahun Sumpah Pemuda. Tujuannya agar bangsa Indonesia tidak meninggalkan sejarah, Jas Merah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.
Sejarah seperti kaca benggala, di mana bangsa Indonesia dapat mengetahui asal-usul perjuangan pahlawan-pahlawan pendahulu bangsa. Dari sejarah yang bisa petik sebagai pelajaran berharga, salah satunya adalah Sumpah Pemuda, yang merupakan peristiwa persatuan bangsa Indonesia.
Pada masa itu, segenap pemuda menanggalkan identitas primordial dan melebur ke dalam identitas tunggal keindonesiaan. Karena itu, peringatan 91 tahun Sumpah Pemuda harus dijadikan memori kolektif dan pemberi spirit kebangsaan kepada pemuda era milenial.
Demikian juga dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan Indonesia tidak datang tiba-tiba, melainkan berkat perjuangan darah dan air mata para syuhada bangsa dan rida Tuhan Yang Maha Esa.
“Oleh karena itu, negeri yang kita diami ini merupakan titipan atau warisan yang harus kita jaga dan kita rawat untuk anak-cucu kelak. Para pendahulu bangsa juga telah mewariskan seperangkat aturan bernegara yang telah disepakati sebagai konsensus dasar dan final bernegara, yaitu ideologi Pancasila, UUD1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Inilah prinsip dasar yang menjadi aturan bernegara yang harus kita patuhi dan sama sekali tidak bisa dinegosiasi dalam kondisi apa pun,” ujar Basarah.
Pada acara yang bertempat di gedung BPPT, Jakarta, turut hadir juga sebagai narasumber pilihan di bidangnya, antara lain Menristek/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro dan anggota Dewan Pengarah BPIP Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya.
Komentar