Jakarta, b-Oneindonesia – Dalam Rancangannya RUU PIP, berganti nama menjadi RUU HIP setelah dilakukan pembahasan di Badan Legislasi dan Panitia Kerja DPR. Menyikapi hal tersebut, Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah mengatakan pihaknya mengusulkan agar nomenklatur Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dikembalikan ke awal, yakni dengan nama RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU PIP) untuk memperkuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
“Kami juga menginginkan agar nama RUU HIP dikembalikan sesuai nomenklatur awal dengan nama RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU-PIP),” kata Basarah, Sabtu (27/6).
Dikatakannya, nantinya, RUU PIP hanya mengatur tentang tugas, fungsi, wewenang dan struktur kelembagaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Dengan kata lain, BPIP akan diperkuat lewat suatu UU, tidak lagi pada peraturan presiden.
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 7 tahun 2018. BPIP bisa dengan mudah dibubarkan oleh presiden selanjutnya jika hanya diatur oleh perpres. Berbeda halnya jika sudah diatur dalam UU. Pembubaran BPIP hanya bisa dilakukan jika pemerintah dan mayoritas fraksi di DPR menyetujui.
Basarah menjelaskan bahwa BPIP juga akan lebih representatif jika dimuat dalam UU. DPR pun bisa turut mengawasi. Apabila hanya berdasarkan peraturan presiden, maka BPIP hanya bersifat diskresi presiden dan tidak bisa diawasi optimal oleh DPR.
“Cara pengaturan lewat undang-undang seperti ini juga diharapkan dapat menghindarkan diri dari praktek pembinaan ideologi Pancasila di era Orde Baru dulu yang bersifat top down dan indoktrinatif tanpa ruang partisipasi masyarakat luas,” kata Basarah.
Basarah mengatakan sejak awal PDIP memang ingin RUU Haluan Ideologi Pancasila hanya fokus mengatur tentang tugas, fungsi dan wewenang PDIP. Tidak ingin ada pasal-pasal yang bermuatan tafsir atas sila-sila Pancasila yang dirangkum dalam suatu undang-undang.
“Karena Pancasila sebagai sebuah norma dasar (grundnorm) yang mengandung nilai-nilai falsafah dasar negara bersifat meta-legal dan tidak dapat diturunkan derajat hukumnya menjadi norma hukum,” ujar Basarah.
RUU HIP menjadi polemik sejak beberapa hari terakhir. Ada beberapa poin yang dipersoalkan sejumlah pihak.
Pertama, TAP MPRS No. XXV tahun 1966 tentang Pelarangan Partai Komunis Indonesia dan Ajaran Komunisme, Marxisme, Leninisme tidak dijadikan peraturan konsideran. Sejumlah fraksi partai politik menilai TAP MPRS tersebut perlu dimasukkan dalam bagian menimbang.
Kedua, ada pasal dalam RUU HIP yang mengatur tentang Trisila dan Ekasila. Sebagian pihak merasa Pancasila dikerdilkan, sehingga menolak keberadaan pasal tersebut.
Komentar