Jakarta, b-Oneindonesia – Ketua DPP PDI Perjuangan, Ahmad Basarah menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan komitmen kuat terkait penegakan hukum. Misalnya dalam kasus skandal terpidana hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra.
“Satu tahun pemerintahan Jokowi tetap menunjukkan komitmen yang kuat untuk menegakkan keadilan di tengah masyarakat. Contoh kasus Djoko Tjandra, polisi berpangkat jenderal bintang dua tetap ditangkap demi penegakan hukum, sedangkan jaksa yang terlibat juga diproses hukum,” kata Basarah,Senin (19/10/2020).
Wakil ketua MPR RI Ahmad Basarah juga mengungkap Jokowi memang pernah menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan delapan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu. Kasus itu antara lain kerusuhan Mei 1998, Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, Talangsari, dan tragedi 1965.
“Namun harap dicatat, kasus-kasus itu sebenarnya terjadi jauh sebelum Jokowi jadi presiden. Sampai sekarang pun, biar kasus itu belum tertangani secara komprehensif, bukan berarti Jokowi ingkar janji dan tidak peduli pada penegakan hukum,” tegas Basarah.
Basarah menyatakan pada bidang keamanan, secara umum satu tahun pemerintahan Jokowi-Maruf justru menunjukkan kemampuan yang kuat dalam memberikan stabilitas keamanan kepada masyarakat. Warga bebas dari keresahan dan ketakutan baik secara fisik dan psikis. Menurut Basarah hal ini tentu menjadi parameter bidang keamanan.
“Sebagai bukti, lihat saja indikator keamanan, apakah terjadi gangguan atau tercederai? Dilihat dari kondisi rasa aman secara fisik maupun psikis, baik secara pribadi maupun kelompok, masyakat terbebas dari ancaman, hambatan, gangguan bidang ideologi, ekonomi dan sosial budaya dan agama. Pendek kata, secara umum kondisi keamanan dalam negeri terbilang baik,” ucap Basarah.
Basarah mengatakan pada bidang ideologi, pemerintahan Jokowi konsisten memberantas paham-paham ekstrimisme keagamaan, misalnya membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia. Pemerintah juga terus mencegah dan menindak paham radikalisme hingga terorisme.
“Saya ingin mengutip pernyataan Direktur Perlindungan BNPT Herwan Chaidir yang mengatakan bahwa selama Januari hingga Juni 2020, terdapat 84 tersangka tindak pidana terorisme ditangkap. Detasemen Khusus (densus) 88 antiteror Polri juga menangkap 72 tersangka kasus tindak pidana terorisme di delapan provinsi di Indonesia selama periode 1 Juni hingga 12 Agustus 2020,” kata Basarah.
Ketua Umum Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ini menambahkan pemerintah juga tak berhenti melakukan tindak pencegahan terorisme. Misalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mencegah aksi terorisme di ruang digital dengan memblokir 16.739 konten di media sosial maupun situs sejak Juli 2017 hingga Juli 2020.
Basarah mengungkap pada bidang keamanan, Polri mencatat angka kriminalitas atau kejahatan turun 1,68% dari pekan ke-35 hingga pekan ke-36 awal September 2020. Indeks kerukunan umat beragama di Indonesia pada 2019 juga tergolong tinggi dengan skor 73,83 atau naik 2,93 poin dari 2018 yang hanya 70,90.
Hal ini, menurut Basarah, belum termasuk kemampuan pihak keamanan mengendalikan situasi unjuk rasa anarkistis menolak RUU Cipta Kerja. “Polri saya lihat bertindak profesional, menggunakan pendekatan persuasif dan hanya bertindak represif ketika dalam kondisi unjuk rasa sudah melanggar hukum seperti melakukan aksi anarkis dan tidak mematuhi ketentuan perundang-undangan tentang menyatakan pendapat,” kata Basarah.
Basarah menyatakan pada bidang politik di tengah perbaikan secara terus menerus di sektor keamanan, pemerintah tampak kalem menghadapai gerakan oposisi. Pemerintah menganggap gerakan itu sebagai bagian dari demokrasi yang sehat.
“Pemerintah tidak asal tangkap dan baru mengamankan sebagian mereka ketika fakta hukum yang menguatkan penahanan telah ditemukan.
Misalnya ada bukti hukum mereka memprovokasi rakyat untuk melakukan anarkistis menjelang demonstrasi UU Cipta Kerja lalu,” tegas Basarah.
Basarah menyatakan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi secara umum sedikit naik pada September 2020 seperti yang ditemukan oleh lembaga survei Indikator Politik Indonesia. Survei itu menemukan bahwa masyarakat yang puas pada Jokowi sebanyak 68%, sedikit naik dibanding prosentase sebulan sebelumnya.
“Benar, kendati tingkat kepercayaan publik pada Jokowi mencapai 60% sesuai survei itu, tetapi kepada beberapa menterinya kepercayaan masyarakat menurun. Misalnya kepada Menkes Terawan. Namun saya kira ini cuma riak-riak politik kecil,” ujar Basarah.
Basarah pun menyebut, “Beberapa menteri dianggap melakukan kegaduhan politik, misalnya Menteri Agama yang sering membuat pernyataan kontroversial. Untuk itu, Jokowi harus tetap melakukan perbaikan komunikasi kepada beberapa menterinya, termasuk semakin menaruh perhatian pada reformasi institusi penegak hukum baik struktural maupun kultural menuju sikap yang profesional, modern, dan tepercaya.”
Dengan demikian, menurut Basarah, ketimpangan di sektor ini jika pun dianggap ada, tidak dijadikan faktor kegaduhan politik lain. “Dengan begitu keberhasilan dalam menegakkan sektor hukum ini bisa mengalihkan isu beberapa kekurangan menteri-menteri di kabinetnya. Success story pemerintahan Jokowi juga harus lebih dipublikasikan secara terstruktur, sistematis dan massif. Ini penting agar rakyat juga disuguhi berita-berita keberhasilan pembangunan nasional daripada berita-berita kegaduhan politik,” ujar Basarah.(BS/CP)
Komentar