Bandung, b-Oneindonesia – Ketua Umum DPP Persatuan Alumni GMNI/Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah, memberi apresiasi tinggi kepada Presiden Joko Widodo yang telah mengantipasi setiap upaya penetrasi ideologi asing yang dapat merongrong nasionalisme dan ideologi Pancasila. Upaya antisipatif Presiden itu antara lain dengan menetapkan Hari Santri Nasional, Hari Lahir Pancasila 1 Juni, dan membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
‘’Kebijakan Presiden ini menjadi simbol persenyawaan antara Islam dan Kebangsaan, sebagaimana kesepakatan awal para pendiri bangsa ketika menerima Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka. Pembentukan BPIP juga sangat penting. Badan ini menjadi leading sektor pembinaan mental ideologi bangsa,’’ kata Ahmad Basarah, dalam pidato politiknya saat membuka Kongres IV Persatuan Alumni atau PA GMNI di Bandung, Senin (6/12/2021).
Dalam kongres bertema “Nasionalisme Menjawab Tantangan Zaman” dan dihadiri Presiden Joko Widodo itu, Ahmad Basarah menjelaskan, sebagai sebuah ideologi bangsa, Pancasila bukan tanpa tantangan. Dari Barat, tantangan datang dari sejumlah ilmuwan sosial yang menyatakan pertarungan ideologi sudah berakhir, dunia hanya didominasi liberalisme-kapitalisme yang tampil sebagai pemenang pasca runtuhnya Uni Soviet dan Tembok Berlin.
Pandangan ini, lanjut Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu, antara lain disampaikan Daniel Bell yang menulis ‘’The End of Ideology’’ dan Francis Fukuyama yang menulis ‘’The End of History’’. Dalam bukunya itu Fukuyama bahkan sangat percaya diri kapitalisme liberal adalah akhir sejarah umat manusia dan Liberalisme Kapitalisme keluar sebagai pemenangnya.
‘’Namun, klaim-klaim kemenangan ideologi seperti itu tanpa disadari justru menjadi antithesis kebangkitan radikalisme dan ekstremisme di sisi lain termasuk di negara kita,’’ tandas Ahmad Basarah.
Menurut Ketua DPP PDI Perjuangan itu, kelompok ini kerap mengungkapkan pandangan dan tindakan yang radikal serta ekstrem, yang dikonstruksi atas tafsir keagamaan yang sempit. Ekstremisme agama ini lalu melahirkan “politik anti semua” kecuali pada kelompok dan keyakinan mereka sendiri.
‘’Mereka menolak dan memusuhi sistem sosial yang multikultural, Pancasila, NKRI, hingga pemerintahan yang menjalankan mandat rakyat yang dipilih secara demokratis. Tapi, anehnya, sebagian mereka menerapkan standar ganda memanfaatkan demokrasi, HAM, kemajuan teknologi informasi, serta media sosial untuk mewujudkan cita-cita perjuangan mereka,’’ tegas Ahmad Basarah.
Sekjen Presidium GMNI 1996-1999 yang aktif dalam Gerakan Reformasi 1998 itu menilai kondisi seperti itu mengkhawatirkan. Kelompok itu menggunakan strategi “Kudeta Merangkak Konstitusional” dengan memanfaatkan hak bicara, berkumpul, mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan untuk menyerang pemerintah yang sah dan simbol-simbol negara lainnya serta mempropagandakan ideologi mereka khusunya kepada generasi muda.
Target mereka adalah, perlahan tapi pasti bertujuan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia di kemudian hari.
Untuk itu, Ahmad Basarah meminta Golongan
Kebangsaan dan Golongan Islam terus memperkuat sinergi, lalu bersama TNI/Polri bersatu mengatasi ancaman ideologi bangsa.
Dia menilai menilai, menurut catatan historis, sinergi ketiga elemen strategis bangsa Indonesia ini terbukti berhasil merebut dan mempertahanan kemerdekaan, nasionalisme, dan ideologi Pancasila dari semua rongrongan
Kongres IV PA GMNI digelar dengan sistem hybrid, diikuti secara langsung oleh 34 DPD PA GMNI seluruh Indonesia dan 258 DPC secara virtual. Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka secara resmi kegiatan kongres tersebut. Hadir dalam pembukaan Kongres tersebut antara lain, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Koperasi Teten Masduki, Hakim MK Arief Hidayat, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan sejumlah alumni GMNI seperti, Guntur Soekarno, Theo Sambuaga, Palar Batubara dan lainnya.
Komentar