Jakarta b-oneindonesia – Berbagai negara saat ini tengah berlomba dalam pengembangan dan produksi vaksin COVID-19. Indonesia berkeyakinan mampu mengembangkan vaksin secara mandiri atau minimal kerjasama saling menguntungkan dengan syarat adanya konsolidasi sumber daya manusia yang kompeten secara nasional dan adanya dukungan kerjasama fasilitas laboratorium.
Dikutip dari laman resmi Kemenristek, Menteri Ristek/BRIN Bambang P.S Brodjonegoro menyampaikan kemandirian dalam penemuan dan pengembangan vaksin COVID-19 merupakan hal yang urgensi, untuk itu diperlukan kerja sama berbagai pihak. Berdasarkan perhitungan oleh LBM Eijkman dan disempurnakan oleh Ketua Konsorsium, paling tidak ditahap awal diperkirakan sekitar 176 juta orang yang perlu untuk diberi vaksin dengan satu orang 2 unit vaksin maka kebutuhan sekurangnya 353 juta unit vaksin.
“Catatan kami, ada 157 pihak yang berupaya menemukan vaksin COVID-19. Sepuluh di antaranya, menurut WHO, sudah ada di tahap awal uji klinis. Setelah kami perhatikan secara global, vaksin ini harus diberikan perhatian khusus dan konsentrasi penuh terkait faktor waktu. Untuk percepatan pengembangan vaksin COVID-19 harus didukung dengan kekuatan Keputusan Presiden, karena terkait dengan beberapa lembaga pemerintah di dalamnya, misalnya Kemenlu yang tentunya harus bisa menjalin hubungan dengan WHO, Kementerian BUMN terkait produksi vaksin yang diutamakan di PT Bio Farma dan tentunya Kementerian Kesehatan yang nantinya berfokus pada uji klinis serta paling penting adalah pada saat imunisasi massal,” ungkap Menteri Bambang melalui arahannya pada pertemuan dengan Menteri Kesehatan, Menteri BUMN yang diwakili oleh Staf Khusus, Nanang Pamuji, Lembaga Bio Molekular Eijkman, LIPI, BPPT, Litbangkes, BPOM, pimpinan industri farmasi, serta para peneliti ahli virologi maupun para dokter (5/6).
Lanjut Menteri Bambang menjelaskan bahwa vaksin merupakan hal yang ditunggu dan solusi pamungkas dari segi ekonomi dan segi kesehatan, “selain LBM Eijkman yang sedang melakukan penelitian terkait vaksin, kami juga ingin mengundang partisipasi berbagai pihak untuk bekerja bersama. Harapannya Tim ini mampu memberikan kontribusi dibidang kesehatan dan membantu 265 juta masyarakat Indonesia. Hasil kerja kita ditunggu dan itulah solusi pamungkas. Tentunya kita tidak hanya berfokus pada satu metode, kita terbuka akan kemungkinan metode lain. Selama metode itu menjamin kecepatan dan efektivitas, dimana prinsip dasarnya yaitu kita harus punya kemandirian dalam mengembangkan dan memproduksi vaksin.”
Pengembangan vaksin ini dilakukan secara paralel oleh peneliti dalam negeri dan tetap bekerja sama dengan lembaga internasional untuk kesiapan pada tahap produksi hingga imunisasi massal. Menteri Bambang mengatakan, perusahaan BUMN seperti Bio Farma dan swasta seperti Kalbe Farma juga sudah mulai bekerja sama dengan produsen vaksin dari China dan Korea. Kerja sama dalam konteks juga untuk memastikan pasokan vaksin di Indonesia. Jadi dilakukan paralel selama kerja sama tersebut memberikan transfer teknologi dalam proses pengembangan dan dalam proses produksinya.
Dalam kesempatan yang sama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, menyampaikan bahwa Indonesia dikejar waktu untuk segera menemukan vaksin. Lebih lanjut beliau menjelaskan bagaimana perkembangan kandidat vaksin di dunia saat ini, “Sudah sangat jelas kita dikejar waktu, target waktu itulah yang harus diselesaikan. Dari sepuluh kandidat vaksin yang masuk di WHO saat ini, dilakukan dengan pendekatan empat karakter yang berbeda. Baik itu melalui karakter Vaksin Virus, melalui Vaksin Viral-Vector, Vaksin Asam Nukleat, maupun Vaksin berbasis protein. Saya lihat yang paling cepat saat ini Bio Farma dengan Inactiv Virus bersama Sinovac atau Sinopharm China dengan juga melibatkan alih teknologi. Dimana kita temukan hasil sequencing mirip dengan Wuhan,” ungkap Menteri Terawan.
Kementerian BUMN yang diwakili Staf Khusus, Nanang Pamuji menyatakan, “COVID-19 ini bisa menjadi momentum tidak hanya dari hilirisasi hasil namun juga mulai dari hulu. Akan saya usulkan ke Pak Erik agar BUMN memiliki kerja sama yang lebih erat dengan universitas dan lembaga penelitian. Karena kita bisa membantu kekurangan resource dan membantu di lembaga penelitian. Lalu bisa kita jadikan starting point penguatan industri vaksin ke depan, jadi tidak hanya menciptakan vaksin COVID-19 tapi juga menciptakan vaksin-vaksin yang lain. Sehingga industri vaksin kita semakin maju dan mengurangi impor.”
Selain dari keempat Kementerian tersebut, rencana pembentukan tim nasional percepatan pengembangan vaksin COVID-19 ini nantinya terdiri dari Lembaga Non Kementerian terkait seperti BPPT, LBM Eijkman, LIPI, peneliti dan perekayasa dari Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian serta peneliti diaspora, lembaga pemerintah seperti Litbangkes dan BPOM serta BUMN yaitu perusahaan farmasi Bio Farma, atau swasta seperti Kalbe Farma. Sebagai ketua pelaksana harian percepatan pengembangan vaksin COVID-19 akan dikoordinasikan oleh Ali Ghufron Mukti, yang saat ini sekaligus sebagai Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19.
Turut hadir dalam kesempatan ini Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio, Kepala BPPT dan LIPI beserta para perekayasa, plt. Kepala Litbangkes, perwakilan Kemenlu Daniel Tumpal Simanjuntak, Direktur Utama PT. Bio Farma Honesti Basyir, Direktur PT. Kalbe Farma Sie Djohan, Direktur Registrasi Obat BPOM Dr. Rizka Andalucia, serta peneliti dari perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia, Universitas Brawijaya, Universitas Udayana, Universitas Airlangga, Universitas Padjadjaran, Institut Pertanian Bogor, Universitas Andalas, Universitas Sebelas Maret, Universitas Sumatera Utara, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, dan pimpinan Kemenristek/BRIN.
Komentar