Jakarta, b-Oneindonesia – Pilkada serentak digelar 9 Desember 2020, di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Pelaksanaan pilkada diharapkan dapat mengutamakan kesehatan dan keselamatan manusia. Sebab pesta demokrasi untuk memilih pemimpin daerah kali ini, berlangsung di tengah pandemi Covid-19.
“Pelaksanaan Pilkada serentak yang merupakan wujud demokrasi dan penghormatan atas hak asasi manusia, harus utamakan kesehatan dan keselamatan manusia. Pilkada harus diselenggarakan dengan protokol kesehatan ketat,” kata Ketua Dewan Pakar PA GMNI, Theo L Sambuaga dalam webinar bertajuk “Menakar Pelaksanaan Pilkada di Masa Pandemi”, di Jakarta, Senin (31/8/2020).
Dikatakan Theo, beberapa negara telah berhasil menggelar pemilu nasional di masa pandemi. Misalnya, Jerman, Singapura, Korea Selatan, dan Prancis. Theo menjelaskan, jumlah pemilih di Jerman tercatat paling besar dari empat negara tersebut. “Pemilih di Jerman ada sekitar 50 juta lebih dari total 83 juta penduduknya,” ujar Theo.
Theo menambahkan, angka pemilih di Jerman itu masih jauh di bawah Pilkada Serentak 2020 yang mencapai 105 juta orang. Menurut Theo, dibutuhkan konsistensi dan disiplin kuat menerapkan protokol kesehatan, sehingga Pilkada Serentak dapat dilaksanakan. Kemudian menghasilkan kepala daerah yang dikehendaki rakyat, dan demokrasi bertumbuh
Theo mengatakan keberhasilan pilkada akan memperkuat modal dan semangat bangsa untuk terus bekerja, terutama dalam memulihkan perekonomian nasional. Theo berharap seluruh stakeholder sistem politik demokrasi Indonesia dapat meningkatkan kerja keras untuk melaksanakan pilkada, meski sedang ada pandemi Covid-19.
Menurut Theo, calon kepala daerah yang beridealisme, berintegritas kuat, berkualitas, dan mempunyai kemampuan memimpin sepatutnya didorong. Selain itu, praktik politik uang dalam seluruh proses dan tahapan pilkada perlu dihilangkan. Partai politik (parpol) pengusung, termasuk para kandidat, lanjut Theo, semestinya membuka transparan pengelolaan dana kampanye.
Theo pun mengingatkan agar kampanye pilkada, sifatnya mencerdaskan bangsa dan memekarkan demokrasi. “Harus diharamkan tema dan cara kampanye yang persoalkan ideologi Pancasila, merongrong NKRI, mengeksploitasi SARA, merusak persatuan bangsa, serta teknik kampanye yang membodohkan rakyat antara lain takhayulisme,” jelas Theo.
Dalam kesempatan itu, Ketua Pokja Politik PA GMNI, Pataniari Siahaan menyoroti data pemilih yang kerap menjadi persoalan. “Masalah hak pemilih dan penyusunan data pemilh sering mengemuka. Hal mana terungkap juga dalam pemberian bansos (bantuan sosial) Covid-19. Kita dengar bagaimana tidak sinkronnya data. Ini menjadi masalah,” kata Pataniari.
Menurut Pataniari apabila permasalahan data pemilih tidak diselesaikan, maka berpotensi menimbulkan keributan terhadap pelaksanaan dan penetapan hasil pilkada. Komisi Pemilihan Umum (KPU) diharapkan dapat melakukan pendataan yang akurat. Diakui pekerjaan ini tidak mudah, mengingat pilkada digelar di 270 daerah dengan sekitar 105 juta pemilih.
Komentar