Jakarta-b-oneindonesia–Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa UU yang mengatur ibu kota negara baru diharapkan selesai pada tahun ini. Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota baru akan disampaikan ke DPR setelah reses.
“Saya sudah mendengar dari Menteri Bappenas bahwa undang-undangnya sudah selesai dan mungkin akan disampaikan ke DPR minggu ini atau minggu depan atau Maret, akan disampaikan setelah reses,” kata Presiden Joko Widodo di kantor Presiden Jakarta, Rabu (26/02/2020).
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut saat memimpin rapat terbatas dengan topik “Lanjutan Pembahasan Perpindahan Ibu Kota Negara” yang dihadiri oleh para menteri kabinet Indonesia Maju, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto serta pimpinan lembaga terkait lainnya.
“Saya kira ini sebuah persiapan yang memang penting agar payung hukum yang dibutuhkan betul-betul sudah siap,” tambah Presiden.
Reses DPR direncanakan mulai pada Jumat (28/2) hingga dua pekan yang akan datang.
“Saya juga ingin mengingatkan dalam merancang desain sistem, tata kelola, otorita juga harus diperhatikan bahwa kita tidak sekedar mengolah ibu kota baru, tapi kita ingin ‘menginstall’ sistem cara kerja baru yang lebih futuristik, yang lebih fleksibel sehingga kita bisa bekerja lebih lincah, bekerja lebih efisien bekerja lebih cepat dan bekerja lebih efektif,” ungkap Presiden.
Presiden juga minta pemaparan hasil pra-master plan dan hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) termasuk penentuan lokasi kawasan inti pemerintahan.
“Sehingga kita bisa masuk ke yang lebih detail. Sejalan dengan itu pembangunan infrastruktur dasar di tahun 2020 ini juga akan segera kita mulai dan tentang pembiayaan ibu kota baru saya juga minta segera diselesaikan pemetaan proyek mana yang akan dibiayai dengan APBN ataupun oleh swasta melalui skema kerja sama KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha), serta mana yang dikerjakan oleh investasi langsung,” kata Presiden.
Dengan pembagian pembiayaan yang jelas antara pembiayaan swasta dan anggaran nasional maka berbagai negara yang ingin bekerja sama dapat memperoleh penjelasan yang jelas dan gamblang.
“Di mana mereka akan terlibat, di wilayah yang mana. Saya ingin menyampaikan bahwa konsep pembangunan ibu kota baru sebagai sebuah ‘smart metropolis’ sudah mulai dilirik dan diperhatikan oleh dunia dan bahkan negara-negara sahabat sudah mulai menyampaikan ketertarikannya untuk bekerja sama untuk terlibat dalam pembangunan ibu kota baru,” ungkap Presiden.
Negara terakhir yang disebut tertarik untuk ikut bekerja sama di ibu kota baru adalah Korea Selatan.
“Kemarin saya menerima tamu dari Korea Selatan yang juga sudah memiliki pengalaman dalam membangun ibu kota baru yang ‘smart’ dan ‘green city’. Ini saya kira sebuah sinyal yang bagus,” tambah Presiden.
Dengan banyaknya pihak yang tertarik bekerja sama maka perlu disiapkan detail-detail proses kerja sama antara Indonesia dengan negara lain.
Rencananya pada 2024 ibu kota negara Indonesia sudah pindah ke ibu kota baru yang terletak di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Pada 23 Desember 2019 lalu, sudah ditetapkan desain dengan judul “Nagara Rimba Nusa” sebagai Pemenang Pertama Sayembara Gagasan Desain Kawasan Ibu Kota Negara. Konsep itu ditawarkan oleh tim Urban+ dengan membawa keseimbangan antara tata kota modern, pembangunan manusia, sifat manusia, dan kelestarian alam.
Kontur lokasi ibu kota baru berbukit-bukit karena merupakan bekas hutan tanaman industri seluas 256 ribu hektare ditambah dengan kawasan cadangan sehingga totalnya mencapai 410 ribu hektare dengan kawasan inti seluas 56 ribu hektare.
Nantinya ibu kota baru akan terbagi menjadi sejumlah klaster yaitu klaster pemerintahan seluas 5.600 hektare, klaster kesehatan, klaster pendidikan serta klaster riset dan teknologi.
Pemerintah juga sudah meminta tiga tokoh internasional untuk duduk sebagai Dewan Pengarah. Ketiganya adalah Putra Mahkota Abu Dhabi Syekh Mohammed Zayed bin Al Nahyan, CEO Softbank Masayoshi Son dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.
Komentar