Jakarta, b-Omeindonesia – Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia adalah hal yang cukup Tabu untuk dibahas pada umumnya. Perbuatan perbuatan tersebut adalah hal yang salah secara moral, hukum, dan akal sehat. Sudah sepantasnya hal itu dikutuk dan dihukum seberat-beratnya.
Baru baru ini muncul kasus baru, dimana tersangka kasus pemerkosaan anak di bawah umur, AT (21) yang adalah anak anggota DPRD Bekasi disebut berniat menikahi korbannya berinisial PU (15). Hal ini adalah hal yang sangat memalukan bagi masyarakat secara umum dikarenakan 1. kurangnya Edukasi dan Didikan bagi orang orang untuk tidak melakukan kekerasan seksual kepada siapa pun, dan 2. Kesadaran pelaku bahwa hak setiap orang itu ada dan dengan demikian harus menahan diri sendiri dari perbuatan yang tidak senooh.
Selain itu, pernikahan dini adalah masalah lain yang juga mengancam kualitas kehidupan dan anak-anak. Korban masih di bawah umur, dan adanya niatan untuk menikahkan korban dengan pelaku adalah hal yang tidak manusiawi dan tidak peka terhadap perasaan dan kondisi mental korban.
Orangtua korban menuntut pelaku dapat dihukum seberat beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam pasal 289KUHP, sanksi yang berlaku adalah penjara paling lama sembilan tahun, sedangkan dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA) Pasal 82 menyatakan bahwa dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 terhadap tindak pidana pelecehan seksual.
Tolak Tawaran Pernikahan Anak Anggota DPRD Bekasi Pemerkosa Putrinya, Ayah Korban: “Saya yang Tanggung Dosa”
Ayah korban pemerkosaan berinisial PU (15) memilih untuk menanggung dosa ketimbang menikahkan anaknya ke tersangka yang adalah anak anggota DPRD Bekasi, AT (21).
“Saya menolak dengan tegas tawaran itu. Tidak ada kompromi,” kata D, ayah korban, saat diwawancarai Minggu (30/5/2021) malam.
Hal serupa D sampaikan kepada media saat ditemui di Mapolresto Bekasi Kota, Sabtu (29/5/2021).
“Wacana nikah adalah hal yang enggak masuk akal. Kedua, saya menolak dengan tegas apa pun tawaran seperti itu,” ujar D.
D menolak tawaran tersebut karena tidak mau putrinya kembali menjadi korban kekerasan yang lebih parah di kemudian hari.
Ia menekankan bahwa PU masih di bawah umur yang memiliki masa depan yang panjang.
Selain itu, D menilai AT tidak mempunyai akhlak yang baik. “Sudah jelas pelaku tidak punya akhlak dan moral yang baik. Ke depannya, anak saya akan menjadi korban selanjutnya dan bisa lebih parah lagi,” papar D.
D bahkan lebih memilih menanggung dosa putrinya ketimbang menikahkan PU dengan pelaku.
“Dari segi akhlak dan moral enggak bisa ditoleransi. Saya lebih baik menanggung dosa anak dibanding harus menikahkan anak saya dengan pelaku,” kata D.
“Saya berani menanggung dosa anak saya dunia akhirat daripada harus menikahkan dia dengan tersangka,” imbuhnya.
D menekankan, pihaknya menghormati Undang-Undang (UU) Perkawinan yang melarang pernikahan anak di bawah umur.
“Karena sama saja menggiring keluarga korban untuk melanggar UU Perkawinan di negara kita” ujarnya.
“Sudah jelas syarat perkawinan seperti apa, bahasa yang harusnya menyejukkan situasi malah bikin suasana baru menjadi simpang siur. Saya sebagai ortu korban menolak dengan tegas,” ucapnya lagi.
Trik menghilangkan proses hukum
D menambahkan, ia menduga tawaran pernikahan dari keluarga pelaku tersebut bertujuan untuk menghentikan proses hukum yang tengah berjalan.
“Ini adalah trik untuk menghilangkan proses hukum. Itu sudah jelas,” tegas D. Menurut D, putrinya juga tidak mau menerima tawaran pernikahan tersebut.
“Saya bersyukur karena korban sinkron dengan saya ortunya, terutama saat rilis pelaku di media dengan menyatakan tidak sayang dengan korban,” jelasnya.
Adapun wacana yang digaungkan pengacara tersangka, Bambang Sunaryo, itu belum sampai kepada pihak keluarga korban secara langsung.
Disampaikan D, ide tersebut ia ketahui dari media.
“Tidak ada. Hanya dengung-dengung dari media saja. Apalagi telepon, tidak ada menghubungi saya,” ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, Bambang selaku kuasa hukum tersangka mengungkapkan niat AT untuk menikahi PU.
“Saya berharap ini AT dan PU ini bisa kita nikahkan, kita urus ya walaupun proses hukum tetap berjalan. barangkali bisa untuk meringankan karena ini sudah terjadi,” ujar Bambang,.
Bambang menilai kasus yang sedang berjalan dengan sebutan “perzinahan”. Sehingga, menurutnya, pernikahan adalah jalan terbaik bagi kedua pihak. Dia pun ingin membahas hal tersebut dengan keluarga korban.
“Saya berharap bisa ketemu orangtua korban, bisa ngobrol memang ini sudah terjadi, masih ada jalan terbaik,” ujar Bambang.
“Saya berharap ini ya, kalau namanya urusan bahasa saya perzinahan apakah bisa kalau anak ini kita nikahkan, supaya tidak menanggung dosa, kalau memungkinkan kita nikahkan saja, kan gitu,” lanjutnya.
Bambang mengaku telah bertanya kepada AT dan tersangka mengaku siap menikahi PU tanpa keterpaksaan. Sebab, menurut Bambang, AT mengaku sayang kepada korban.
“Saya sudah berdiskusi dengan AT, dia mengaku sayang tulus sama PU, ketika saya tanya mau atau tidak dinikahkan, dia menjawab bersedia,” ungkapnya.
AT saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan seksual sejak 6 Mei 2021 atau sekitar sebulan sejak keluarga PU melaporkannya ke Polres Metro Bekasi Kota pada awal April 2021.
Berdasarkan hasil gelar perkara, AT diduga memerkosa PU di yang masih duduk di bangku kelas IX SMP itu di kamar kos di daerah Kelurahan Sepanjang Jaya, Bekasi Timur.
Selain itu, berdasarkan pengakuan korban kepada Kepala Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi Novrian, PU juga disekap dan dijual oleh tersangka pada rentang Februari hingga Maret 2021. AT diduga memaksa korban melayani pria hidung belang di kamar kos yang sama.
“Juga kita menemukan temuan baru. Hasil wawancara kita sama korban, ternyata si anak merupakan korban trafficking,” ujar Novrian, Senin (19/4/2021).
“Selama beberapa lama, anak (PU) disekap di dalam kos-kosan dan dia dijual pelaku,” sambungnya.
Terduga pelaku, Novrian membeberkan, menjual korban lewat aplikasi online MiChat, di mana akunnya dioperasikan sendiri oleh AT.
Oleh AT, PU dipaksa melayani 4-5 orang laki-laki hidung belang per harinya dengan bayaran sekitar Rp 400.000 per pelanggan.
Bayaran yang AT dapat itu tak sepeser pun diberikan kepada korban. Akibat diperkosa dan dijual, PU sempat terkena penyakit kelamin. Ia juga mengalami trauma.
Meski demikian, hingga saat ini, AT belum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sebab, pihak kepolisian masih menyelidiki dugaan kasus TPPO itu.
Komentar