Jakarta, b-oneindonesia- Lembaga Administrasi Negara (LAN) memberikan pola referensi untuk mengoptimalkan penataan kelembagaan yang direkomendasikan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
“Selama ini, kita tidak punya model penataan jelas, sehingga penataan kelembagaan menjadi sangat bervariasi,” ujar Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI Dr Tri Widodo Wahyu Utomo, di Jakarta, 28/11.
Bahkan, variasi dalam penataan kelembagaan meliputi banyak hal, baik dalam jumlah, proses, maupun standar-standar lain yang sangat berbeda.
Hal ini disampaikannya saat Ekspose Hasil Kajian bertema “Membangun Organisasi Pemerintah yang Responsif dan Berorientasi Pelayanan” yang diselenggarakan LAN RI.
Dalam temuan itu, Tri Widodo menjelaskan LAN kemudian menyusun pola yang bisa dijadikan referensi dalam penataan kelembagaan sehingga ada kepastian dan standar.
Pertama, kata dia, harus ada analisis teknokratis untuk mendasarkan penataan kelembagaan dengan dokumen-dokumen hasil evaluasi kelembagaan dengan analisis kebutuhan.
Kedua, prosesnya dimatangkan dulu secara internal, baru digulirkan ke eksternal, sehingga pada tahap rapat konsolidasi sudah hampir matang dan bisa cepat diambil keputusan.
“Biasanya kan prosesnya bolak-balik, internal, eksternal, internal. Banyak rapat, dikembalikan lagi, kemudian rapat lagi. Kami atur supaya lebih terstruktur,” katanya.
“Dengan pola ini harapannya penataan kelembagaan pemerintah ke depan lebih sesuai dengan kebutuhan berbasis kinerja, sehingga meningkatkan efektivitas dan efisiensi,” katanya.
Rekomendasi itu, kata dia, diserahkan kepada Kemenpan RB sebagai penanggung jawab dalam penataan kelembagaan di lingkup kementerian.
“Hanya kalau kita sarankan jangan dalam bentuk Permenpan (Peraturan Menteri PAN RB), tetapi dalam bentuk perpres (peraturan presiden),” katanya.
Sementara itu, pakar kebijakan publik Universitas Indonesia Prof Eko Prasojo menilai cukup banyak problem terkait penataan tugas yang harus dikerjakan kementerian dan lembaga.
“Pertama, adanya inefisiensi yang luar biasa. Kedua, reformasi (birokrasi) yang dilakukan masih sebatas operasi kulit,” kata Dekan Fakultas Ilmu Administrasi UI tersebut.
Padahal, kata dia, yang diperlukan adalah operasi organ-organ vital lain dalam kementerian dan lembaga seiring tantangan berat yang dihadapi dalam kompetisi global.
Komentar