Malang, b-Oneindonesia – Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga. Sepertinya peribahasa itulah yang paling tepat menggambarkan dugaan kelakuan JE, laki-laki pemilik sekolah Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu, Malang, Jawa Timur.
“Kejahatan seksual ini dilakukan di lingkungan sekolah, luar ruangan, dalam ruangan. Bahkan saat ke luar negeri.” Itulah yang diduga dilakukan JE, seperti diutarakan oleh Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, Senin (31/5/2021),
Arist mengatakan peristiwa ini setidaknya terjadi pada 2008-2010. Dia bisa memerkosa satu korban berulang kali. “Mereka di sana sekolah gratis,” katanya. 11 tahun kemudian, tiga korban mengisahkan apa yang dialami di masa lalu ke Komnas Perlindungan Anak. Kejahatan seksual itu terjadi saat mereka duduk di bangku SMA, usia 15-16 tahun.
JE menjadikan para korbannya penjaga toko dan pramusaji restoran di area mancakrida Kampoeng Kidz usai jam sekolah. “Kalau mereka melakukan kesalahan, mereka mengalami kekerasan fisik, seperti dibentak dan dipukul,” sambung Arist. Para korban pun tak mendapatkan upah layak.
Setelah mendengar kesaksian, Arist melaporkan aduan 3 dari total 15 korban ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Jawa Timur pada 29 Mei. Arist melaporkan JE ke polisi dengan dasar Pasal 80, Pasal 81, dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Meski terjadi belasan tahun lalu, Arist mengatakan dia memegang bukti-bukti terkait, yakni dokumen dan testimoni. Kini para korban telah dewasa dan tak lagi dipekerjakan JE. Meski begitu tetap saja tiga korban butuh keberanian dan menimbang matang untuk melaporkan peristiwa yang menimpa mereka. Tekanan psikologis jadi salah satu alasan mereka berani bersuara. Ketiga korban yang berasal dari Kudus, Poso, dan Kalimantan Timur ini sudah kembali kepada orang tuanya. Ada pula yang telah berumah tangga. Arist cs berjanji bakal mengawal perkara ini hingga tuntas.
“Pasti [dikawal], karena ini kejahatan kemanusiaan. Tidak ada kata damai.” Kepala Sekolah SMA Selamat Pagi Indonesia saat ini, Risna Amalia Ulfa, mengaku kaget. Meski begitu, Sabtu (29/5/2021) lalu, mengutip Antara, dia mengatakan “sesungguhnya yang diberitakan itu sama sekali tidak benar.” Ia berani mengatakan itu karena telah bekerja di sana selama 14 tahun atau sejak ketika sekolah berdiri. Sepanjang itu pula Risna merasa kejadian yang dituduhkan tersebut nihil. Bahkan ia tak kenal siapa yang melaporkan peristiwa itu.
Sekolah akan menggali lebih dalam ihwal tudingan terhadap JE. Intensinya bukan untuk mengetahui itu benar atau tidak, namun “mencoba mencari tahu lebih dalam tentang hal ini, sepertinya ada yang memiliki tujuan tidak baik kepada Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI).”
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu MD Furqon, yang mendampingi Arist saat lapor ke polisi, juga menemani tiga korban melakukan visum di Biddokes Polda Jawa Timu.
Dia bilang dalam kasus ini pihaknya konsisten menerapkan “asas praduga tak bersalah.” Meski begitu, dia mengatakan DP3AP2KB tetap akan memberikan pendampingan psikologi, hukum, dan medikolegal kepada korban.
Diduga terjadi kasus kekerasan seksual dari pemilik sekolah ke siswa. Kasus ini mencuat 11 tahun kemudian setelah korban melaporkan.
Arist mengatakan peristiwa ini setidaknya terjadi pada 2008-2010. Dia bisa memerkosa satu korban berulang kali. “Mereka di sana sekolah gratis,” katanya. 11 tahun kemudian, tiga korban mengisahkan apa yang dialami di masa lalu ke Komnas Perlindungan Anak. Kejahatan seksual itu terjadi saat mereka duduk di bangku SMA, usia 15-16 tahun. JE menjadikan para korbannya penjaga toko dan pramusaji restoran di area mancakrida Kampoeng Kidz usai jam sekolah. “Kalau mereka melakukan kesalahan, mereka mengalami kekerasan fisik, seperti dibentak dan dipukul,” sambung Arist.
Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Gatot Repli mengatakan setelah menerima aduan korban, mereka akan “buat laporannya, kami bentuk tim, kemudian kami analisis dan evaluasi, lalu pemeriksaan terhadap korban-korban.”
Dia mengatakan Komnas Perlindungan Anak akan tetep diikutsertakan dalam pemeriksaan yang bakal berlangsung pekan ini. Kasus kekerasan terhadap anak di institusi pendidikan masih sangat tinggi, menurut pengaduan yang masuk ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2020. Dari total 6.519 pengaduan kasus pelanggaran hak anak, 1.567 kasus di antaranya berasal dari klaster pendidikan, hanya kalah dari klaster keluarga dan pengasuhan alternatif (1.622 kasus). Ada pula klaster anak berhadapan hukum (1.098 kasus). Peristiwa ini tentu patut disayangkan, apalagi pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak.
Kekerasan Seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia, Ada 60 Aduan ke Polisi
Pasca dibukanya hotline atau nomor aduan, tercatat ada 60 penelepon yang mengadukan kasus dugaan kekerasan seksual hingga eksploitasi yang dilakukan terduga pelaku berinisial JE, pemilik SMA Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu, Jawa Timur.
Aduan tersebut berasal dari hotline yang sudah disediakan Polres Batu dan Polda Jawa Timur. Rinciannya 20 memberikan aduan ke hotline Polda Jatim dan 40 ke Polres Kota Batu.
Arist Merdeka Sirait mengatakan, mayoritas yang menghubungi nomor aduan adalah para alumnsi SMA Selamat Pagi Indonesia.
“Sejak dibuka dua hari lalu, hotline di Polres Batu dan Polda Jatim. 40 (orang) memberikan keterangan ke hotline menyampaikan apa yang sedang terjadi pada saat mereka sekolah, saat ini (penelepon) alumni. Ada juga yang memberikan informasi aktif sampai hari ini di SPI,” katanya kepada awak media, Minggu (6/6/2021).
Sejumlah aduan tersebut, lanjut dia, tentunya menguatkan keterangan laporan total 15 orang yang sudah dilakukan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Polda Jatim. Maka, terduga pelaku atau terlapor berinisial JE diharapkan dapat segera dipanggil polisi untuk memberikan keterangan atas semua dugaan tersebut.
“Jadi ini (60 aduan) nanti melengkapi 15 yang sudah di BAP oleh polisi. Update-nya saat ini 13 sudah lengkap BAP-nya, ditambah dua saksi kunci yang masih proses BAP. Jadi tinggal menentukan tim dari Polda Jatim untuk melakukan pemanggilan JE sebagai saksi atau yang lainnya,” sambungnya.
Agar sejumlah 60 pengadu tersebut mendapatkan perlindungan, pihaknya telah berkomunikasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Kami sedang mengupayakan agar nanti kalau ada pemanggilan terduga pelaku entah sebagai saksi atau lainnya, korban bisa dilindungi dengan baik. Jadi dua hari ini kita sudah berkomunikasi dengan LPSK,” tutup dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemilik atau pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia, Kota Batu, Jawa Timur dilaporkan ke Polda Jatim terkait kasus dugaan kekerasan seksual, fisik dan eksploitasi ekonomi terhadap siswanya.
Sekadar informasi, SMA Selamat Pagi Indonesia merupakan sekolah swasta gratis bagi yatim piatu dan keluarga tidak mampu. Sekolah tersebut menerapkan kurikulum life skill. Mereka diajari berbisnis, mengembangkan produk serta menciptakan inovasi.
2 Pimpinan Sekolah SPI Kota Batu Diperiksa Penyidik Polda Jatim
Dua orang pimpinan Sekolah SPI Batu diperiksa oleh penyidik di gedung Direktorat Kriminal Umum Polda Jatim, Senin (7/6/2021). Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan kekerasan seksual di sekolah tersebut.
“Ada dua dari pihak sekolah yang diperiksa penyidik, sekarang masih berlangsung,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Gatot Repli Handoko kepada wartawan di Mapolda Jatim, Senin (7/6/2021).
Sayangnya, polisi enggan menjelaskan siapa dan apa jabatan dua orang pimpinan sekolah yang diperiksa tersebut.
Informasi yang dihimpun, kedua pimpinan sekolah yang diperiksa adalah Kepala Sekolah SPI dan Pembina Sekolah SPI.
Gatot mengatakan, pemeriksaan akan terus dilakukan oleh penyidik untuk mengungkap dugaan kasus kekerasan seksual yang dilaporkan Komnas Perlindungan Anak Indonesia beberapa waktu lalu.
Selain melakukan pemeriksaan saksi-saksi, Polda Jatim juga melakukan pendampingan psikologis kepada sejumlah korban dugaan aksi kekerasan seksual. “Ada empat anak yang sedang didampingi oleh tim dari Polda Jatim,” ujarnya.
Akhir Mei lalu, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mendampingi sejumlah siswa sebuah sekolah menengah di Batu melapor ke Mapolda Jatim.
Para korban melaporkan JE, pendiri sekaligus pimpinan SPI Kota Batu. JE diduga melakukan kekerasan seksual, fisik, verbal, dan eksploitasi ekonomi terhadap anak-anak didiknya.
Menurut Arist, Komisi Nasional Perlindungan Anak telah melakukan pemeriksaan awal dalam kasus tersebut. Hasilnya beberapa alumni sekolah ternyata juga pernah mengalami hal serupa seperti yang dialami pelapor.
“Peserta didik ini berasal dari berbagai daerah, dari keluarga-keluarga miskin yang seyogyanya dibantu agar bisa berprestasi dan sebagainya. Tapi ternyata dieksploitasi secara ekonomi, seksual, dan sebagainya. Ada yang dari Palu, Kalimantan Barat, Kudus, Blitar, Kalimantan Timur, dan sebagainya,” kata Arist.
Menurut dia, pelaku melanggar tiga pasal berlapis yaitu kekerasan seksual Pasal 82 UU 35 tahun 2014 dan UU 17 tahun 2016 dengan hukuman maksimal seumur hidup. Bahkan jika terbukti dilakukan berulang-ulang pelaku terancam dikebiri. Kemudian juga ancaman soal eksploitasi ekonomi di Pasal 81, kekerasan fisik di Pasal 80, pada undang-undang yang sama.
Komentar