Jakarta (B-Oneindonesia.com) – SETARA Institute menyatakan, Kepolisian Indonesia di bawah langsung Presiden merupakan perintah konstitusi. Menurut lembaga nirlaba yang berfokus pada advokasi demokrasi, kebebasan politik dan hak asasi manusia ini, ketika ada aspirasi mengubah posisi Kepolisian di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri adalah gagasan yang keliru.
“Usulan agar Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri juga bertentangan dengan semangat Pasal 30 ayat (2) dan (4) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945,” kata Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi dalam keterangan tertulisnya Minggu (01/12/24)
SETARA menanggapi pernyataan Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus yang menduga ada keterlibatan kepolisian dalam pemenangan beberapa calon kepala daerah dalam kontestasi pemilihan kepala daerah atau pilkada 2024. Dia menyebutnya sebagai kelompok “partai cokelat”. Deddy menilai oknum kepolisian, bukan hanya satu orang, diduga telah merusak demokrasi dan menganggap ini sebagai masalah yang bersifat garis komando.
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, juga mengungkapkan adanya laporan dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat kepolisian dalam Pilkada 2024. Dugaan itu terjadi di beberapa wilayah seperti Sulawesi Utara, Boyolali, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
Adapun Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan, Polri menjaga netralitas dalam Pilkada 2024. Ia telah memerintahkan bawahannya untuk berhati-hati dalam menjaga kredibilitas dan netralitas. Untuk memastikan netralitas, Polri melibatkan pengawasan internal dan eksternal dari berbagai lembaga dan organisasi masyarakat.
Herdardi mengatakan, jika Polri memang terbukti mendukung salah satu calon tertentu, hal tersebut perlu dibuktikan dalam sengketa Pilkada.
“Baik melalui Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu maupun nanti di Mahkamah Konstitusi,” ujar dia.
Meski begitu, Herdardi menganggap usulan atau kritik dari PDIP bisa dimaknai sebagai alarm bagi kualitas demokrasi dan integritas Pilkada serentak 2024. Sekaligus, dia melanjutkan, menjadi dasar akselerasi reformasi dan transformasi Polri pada beberapa peran yang dianggap memperburuk kualitas demokrasi. “Sebab menjaga independensi Polri adalah perintah konstitusi.”
Dewan Nasional SETARA Institute mendorong agar tranformasi Polri sesuai dengan tugas dan perannya.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai pengawas juga selalu menjalankan fungsi perlindungan, pegayoman, serta menjaga keamanan dan ketertiban fungsi penegak hukum.
“Secara paralel, perbaikan hukum pemilu dan Pillkada harus terus dilakukan, sehingga kualitas demoktrasi terus meningkat,”tuturnya.
Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aboe Bakar Alhabsy juga menyatakan menolak gagasan agar Kepolisian di bawah kendali Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri. Menurut dia, menempatkan Polri di bawah Kemendagri justru berpotensi menciptakan intervensi politik lebih besar.
Terlebih lagi, katanya, Polri di bawah Kemendagri maupun TNI sudah pernah dilakukan di Indonesia. “Jadi tak perlu mengulang masa lalu yang kurang baik,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini dalam keterangan tertulis pada Ahad, 1 Desember 2024.
Pemisahan Polri dari Kemendagri terjadi pada 1946 silam. Adapun pemisahan Polri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) terjadi pada 2000.
Aboe Bakar menilai, usulan mengembalikan Polri ke bawah Kemendagri menandakan kemunduran dari institusi kepolisian. Hal itu juga tidak sesuai dengan amanat reformasi Polri.
Alih-alih mengembalikan Polri ke bawah Kemendagri, dia menyarankan dilakukan evaluasi terhadap institusi tersebut.
“Jika memang terdapat persoalan sehubungan dengan netralitas dan profesionalitas Polri, maka hal tersebut seharusnya menjadi fokus evaluasi,” ucapnya.
Komentar