Oleh: Alif Assady
Jakarta, b-Oneindonesia – Membaca Prabowo Subianto ibarat membaca pergerakan alam semesta. Tak ada habisnya. Ia selalu dinamis dan selalu punya cerita dalam setiap pergerakannya.
Begitupun dengan Bung Bowo, sapaan akrab Prabowo Subianto. Perjalanan waktu memiliki berbagai makna dalam kehidupannya sejak usianya masih muda. Sejatinya bukan soal usia yang kita bicarakan, tetapi sejauh mana ia melewati dan menikmati proses demi proses dalam mengisi perjalanan usianya itu. Termasuk semenjak ia menjadi prajurit tangguh di TNI, khususnya Kopassus hingga ia kini menjadi Menteri Pertahanan yang membanggakan itu.
Dalam perjalanan mengisi waktu dan pengabdian bagi bangsa ini, Bung Bowo ternyata seringkali tidak sendirian. Ia banyak “ditemani” oleh para pahlawan yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan bagi negeri ini. Salah satunya adalah Sutomo atau yang akrab disapa Bung Tomo.
Tentu pejuang kemerdekaan Surabaya yang populer itu tidak menemani Bung Bowo secara fisik, tetapi lebih secara mental. Terutama melalui pidatonya yang bergelora dan menjadi penyemangat arek-arek Suroboyo untuk bangkit melawan, dan tidak gentar oleh serangan 30.000 pasukan Inggris yang dilengkapi dengan senjata canggih. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 10 November 1945 yang kemudian dijadikan sebagai hari pahlawan.
Pidato itu tak hanya menghidupkan semangat arek-arek Suroboyo. Sosok Prabowo pun mengaku seringkali memutar pidato Bung Tomo, terutama saat dirinya merasa ragu dan khawatir dalam melihat bangsa ini. Sehingga Bung Bowo menegaskan lebih baik hancur daripada harus dijajah.
“Setiap saya ragu-ragu setiap saya rasa merasa khawatir saya selalu putarkan pidato bung Tomo mungkin sudah saya seratus kali dan setiap saat saya terharu merdeka atau mati,” ujar Bung Bowo dalam satu kesempatan.
Prabowo menuturkan bahwa Bung Tomo seolah-olah bicara dari langit untuk mengingatkan rakyat Indonesia bahwa yang benar pasti menang. Sebab, kata Bung Bowo, yang maha kuasa selalu berada pihak yang benar.
“Kalau saudara masih ingin dengar saya, selalu hindari kekerasan tetapi kalau bersatu tidak ada kekuatan yang bisa melawan kekuatan rakyat Indonesia,” kata Bung Bowo.
Takbir Bung Tomo
Di antara ciri khas pidato Bung Tomo adalah kalimat takbir yang sering diucapkan sebelum meneriakkan kata “merdeka”. Semangat ini pun juga menginspirasi Prabowo. Sehingga ia juga kerap meneriakkan kalimat takbir dalam pidato-pidatonya.
Bung Bowo mengisahkan, suatu saat wartawan asing pernah mempertanyakan kenapa kalimat tersebut seringkali mengalir deras dari lisannya?
“Jadi wartawan asing tanya kenapa Prabowo teriak Allahuakbar, saya putarkan pidato Bung Tomo,” kata Bung Bowo pada medio 2019 itu.
Bung Bowo ingin teriakan takbir yang sering diucapkan umat Islam tak perlu dipersoalkan. Menurutnya, tiap agama punya keyakinan masing-masing yang dipuja.
“Bagi umat Islam itu adalah mengagungkan yang kita agungkan, sama di agama nasrani, juga ada mereka teriak haleluya,” kata Bung Bowo. “Jadi kenapa kalau orang teriak takbir dicurigai.”
Jasa Kaum Santri
Prabowo dikenal sebagai sosok yang selalu dekat dengan ulama. Bahkan sejak menjadi prajurit di TNI, Bung Bowo sudah terbiasa bersama ulama. Apalagi kata dia, di masa mudanya pernah dimandikan oleh ulama ketika hendak berperang membela NKRI.
“Dari dulu saya prajurit, tentara, ya sudah dekat sama ulama, kiai. Kebiasaan tentara dulu, waktu saya masih muda, kami dimandiin kiai, karena kalau mati membela bangsa, kami mati syahid,” kata Bung Bowo saat bersilaturahmi ke Pondok Pesantren Darul Qur’an Salafiyah di Kabupaten Klaten, beberapa tahun lalu.
Tak hanya itu, dalam momen Hari Santri Nasional (HSN), pada 2018 lalu, Bung Bowo mengunjungi Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Prabowo disambut ribuan santri kala itu. Prabowo juga diberi panggung untuk berbicara di depan santri.
Dalam orasinya, Bung Bowo meminta santri tidak melupakan sejarah dan agar selalu mengenang jasa dan meneladani para ulama, terutama para kiai pendiri NU yang sudah berjuang bagi bangsa Indonesia.
Bung Bowo mengatakan, keberhasilan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan tidak lepas dari peran ulama, khususnya KH Hasyim Asy’ari. Terutama melalui fatwa Resolusi Jihad yang mampu memantik nasionalisme warga Indonesia hingga akhirnya bangsa Indonesia mampu mempertahankan kemerdekaan yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Fatwa Resolusi Jihad ini dicetuskan KH Hasyim Asy’ari, pada 22 Oktober 1945 setelah menerima masukan dari sejumlah kiai.
“Kepada para santri, kita harus selalu ingat jasa-jasa para kiai kita, para ulama yang berjasa besar bagi bangsa Indonesia. Keberhasilan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan, berkat jasa beliau-beliau,” kata Bung Bowo.
Hari ini, 22 Oktober 2022, merupakan Hari Santri Nasional. Selamat HSN. Santri semakin cerdas dan santun.
Komentar