Jakarta, b-Oneindonesia – Adi Utomo SH selaku Ketua Gerakan Pemberantasan Mafia Tanah (GPMT) dan Pengurus LBH Indonesia saat orasi di depan gedung Merah Putih KPK Jakarta mengatakan, “Kita mengingatkan kepada KPK agar fokus menangani korupsi yang ada di Indonesia, jangan fokus dengan kasus yang sedang ramai dan viral di jejaring sosial”.
“Kehadiran kami disini meminta kepada Ketua KPK agar segera turun ke Kabupaten Blitar untuk mengusut kasus dan dugaan korupsi yang telah dilakukan Bupati Blitar. Untuk itu kami disini akan menyerahkan berkas atas dugaan kasus korupsi yang modusnya tentang redis distribusi tanah, yang mana redis itu gratis,” ujarnya.
Menurutnya, “Sertifikat tersebut yang seharusnya menggunakan dana APBD, tapi dilapangan menggerakkan oknum-oknum mafia tanah yaitu terjadinya jual beli kepada warga masyarakat dimana mereka bukan masyarakat penggarap” jelasnya.
“Artinya, anggaran APBD itu kemana?. Inilah tugas KPK untuk mengusut. Kami hadir disini dengan tegas meminta Ketua KPK agar segera mengusut tuntas dalam kasus tindakan merugikan yang telah dilakukan oleh Bupati Blitar dan oknum oknum BPN di Kabupaten Blitar” tegasnya.
Senada dengan Ketua GPMT, Lemen Kodongan SH selaku Direktur LBH Pers Indonesia mengungkapkan, “Kedatangan kami ke KPK pertama-tama ingin berorasi dan menyerahkan berkas kepada KPK. Kami berharap pimpinan KPK tidak hanya fokus pada masalah yang sedang trend dibicarakan saja, tetapi masih banyak masalah-masalah besar yang ada diluar DKI Jakarta, khususnya yang ada di Kabupaten Blitar” tuturnya.
“Kami melapor dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Bupati Blitar dengan meyalahgunakan wewenang/ jabatan untuk memperkaya diri sendiri, korporasi ataupun priibadi-pribadi. Hal ini dilakukan dalam bentuk memberikan surat keputusan yaitu memberikan SK kepada HS,” ucapnya, didepan Gefung KPK, Senin (5/9/2022).
Lebih lanjut, menurutnya HS ini sebagai warga tim Pokmas yang ada di desa Modangan Kecamatan Ngelegok Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Kami pun melaporkan mereka telah melakukan intimidasi dengan menggunakan preman, dimana perkebunan ataupun tanaman warga di babatin sehingga tidak bisa merasakan panen sebagai mata pencaharian masyarakat.
“Mereka mengatasnamakan pemilik pemilik sertifikat, sementara diketahui sertifikat ditangan pelaku intimidasi adalah sertifikat ilegal karena tidak sesuai dengan yang namanya redis yaitu penerbitan sertifikat tersebut tidak sesuai karena menggandakan sertifikat tidak melalui ploting ploting. Misalnya A yang sudah menggarap puluhan tahun muncul sertifikat atas nama orang lain” paparnya.
Dilahan tersebut lebih kurang ada 223 hektar yang dibagi-bagi menjadi 800 sertifikat. Hal ini menimbulkan potensi, karena masyarakat disana di intimidasi dengan merusak perkebunan/ tanaman nya, diusir dan yang lebih parah lagi mereka ingin memperjual belikan sertifikat.
“Kita disini menyampaikan fakta, ada faktanya bahwa sertifikat redistribusi yang dikeluarkan oleh BPN itu di perjual belikan. Itulah potensi korupsinya. Ada bukti kuitansinya yang diberikan HS” jelas Lemen berharap kepada KPK segera turun tangan ke Blitar.
Masyarakat sangat dirugikan karena masyarakat yang sudah lama mengelola lahan tersebut muncul sertifikat atas nama orang lain.
“Kami meminta KPK segera memeriksa Bupati yang diduga telah menyalah gunakan wewenang/ jabatan” tegasnya.
“Semoga laporan kami menjadi atensi yang diperhatikan KPK. Rencananya Minggu depan akan segera turun dan menginap di desa Modangan atas permintaan masyarakat untuk mendampingi mereka” ujar Lemen.
“Mereka itu premanisme, menurut saya sebenarnya penjajah karena melakukan penjajahan atas masyarakat nya sendiri, melakukan intimidasi, merusak perkebunan / pohon warga yang menghilangkan nafkah masyarakat” jelasnya.
Pada waktu itu juga berkas diterima oleh KPK & Kantor BPN dengan baik dan dapat nomor terima berkas. Berkas tersebut segera diproses dan ditindaklanjuti.
Komentar