Jakarta, b-Oneindonesia – Pada Rapat Koordinasi Gugus Tugas Reforma Agraria Nasional Tahun 2020 yang diselenggarakan di Jakarta (10/11/2020), KLHK dihadiri Wakil Menteri LHK, Alue Dohong mendukung upaya mempercepat Reformasi Agraria dengan kerja bersama lintas instansi dan pemerintah.
Menteri ATR/BPN, Sofyan A. Djalil menyampaikan jika program Reforma Agraria merupakan program prioritas nasional yang sangat diutamakan oleh Pemerintah sejak periode pertama hingga kedua Presiden Jokowi.
Ketimpangan penguasaan tanah menurut Menteri Sofyan menjadi salah satu sumber permasalahan yang perlu diselesaikan melalui program Reforma Agraria. “Rasio Gini penguasaan tanah di Indonesia meski tidak ada yang reliable, tetapi yang pasti lebih dari 0,5 yang berarti kondisi penguasaan tanah ini timpang,” ujarnya.
Selain sebab ketimpangan lahan, sesuai Peraturan Presiden nomor 86 tahun 2018, tujuan dilakukannya Reforma Agraria adalah menangani sengketa dan konflik agraria, menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan, serta memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.
Pada pertemuan tersebut juga diungkapkan terkait arahan Presiden untuk mempercepat Reforma Agraria yang salah satunya dengan pembangunan pilot project program Reforma Agraria di beberapa lokasi. Di tahun 2020 KLHK mendukung program pilot project Reforma Agraria dengan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) non eksisting/non inventarisasi dan verifikasi, salah satunya dengan menyediakan lahan dari kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) tidak produktif di empat provinsi yaitu Provinsi Sumatera Selatan, di Kabupaten Musi Banyuasin seluas 24.516 ha, Provinsi Kalimantan Barat di Kabupaten Sintang seluas 14.310 ha, Provinsi Kalimantan Timur di Kabupaten Kutai Kertanegara seluas 3.842 ha, dan Provinsi Kalimantan Tengah di Kabupaten Pulang Pisau seluas 6.803 ha. Tanah tersebut dipilih karena mempertimbangkan ketersediaan obyek berdasarkan luas dan aksesibilitas.
Menanggapi hal tersebut Wakil Menteri Alue Dohong menyatakan bahwa pelepasan kawasan HPK tidak produktif tersebut merupakan salah satu dukungan KLHK untuk memberikan sumber tanah bagi Reforma Agraria selain dari perubahan batas kawasan hutan akibat dikuasai, dimiliki, digunakan, dan dimanfaatkan sebagai permukiman, fasilitas umum/fasilitas sosial, dan lahan garapan yang selama ini menimbulkan konflik hutan. Sumber tanah dari kawasan hutan ini mungkin dilakukan setelah diterbitkannya Perpres No 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH).
Lahan dari pelepasan HPK tidak produktif tersebut menurut Wamen Alue dapat diperuntukkan untuk mendukung program pembangunan nasional dan daerah, pengembangan wilayah terpadu, pertanian tanaman pangan/pencetakan sawah baru, kebun rakyat, perikanan, peternakan dan fasilitas pendukung budidaya pertanian.
“Saya mendorong program nasional Reforma Agraria ini diselesaikan dengan melibatkan lintas sektor dan lintas pemerintah, yaitu pusat dan daerah,” ujar Wamen LHK Alue.
Wamen Alue pun mengusulkan jika untuk mempercepat tercapainya target Reforma Agraria tidak dikerjakan hanya oleh pemerintah pusat saja, namun perlu melibatkan secara aktif unsur pemerintah daerah sebagai wujud kerja bersama guyub mengeroyok percepatan Reformasi Agraria.Selanjutnya Wamen Alue juga mendukung perlunya pilot project Reforma Agraria agar program ini dapat terlihat wujud nyatanya oleh masyarakat.
Untuk Program Reforma Agraria KLHK mendapat bagian menyediakan TORA dari kawasan hutan seluas 4,1 juta ha, serta melalui legalisasi akses berupa Hutan Sosial seluas 12,7 juta ha. Untuk progess TORA dari kawasan hutan hingga Bulan Agustus 2020 telah tercapai sebesar 63%.
Dalam Rakor ini juga dibahas terkait solusi beberapa masalah terkait Reforma Agraria seperti masih terdapatnya ketidaksinkronan daftar nama penerima tanah, ketidaksinkronan batas pada areal yang telah dilepaskan dari kawasan hutan, serta masih belum jelasnya lokasi dari alokasi 20% pelepasan hutan untuk perkebunan beserta juga mekanisme pengambilalihannya dari perusahaan.
Rakor yang dilaksanakan selain secara tatap muka di Jakarta juga dilakukan secara virtual ini, ditujukan sebagai forum koordinasi, singkronisasi, integrasi, dan evaluasi pelaksanaan Reforma Agraria antar Kementerian/Lembah terkait dan Pemerintah Daerah.
Hadir dalam Rakor ini selain Menteri ATR/BPN dan Wakil Menteri LHK adalah Wakil Menteri ATR/BPN, Gubernur Kalimantan Barat dan para perwakilan gubernur seluruh Indonesia, perwakilan dari Kementerian Perekonomian, perwakilan Kementerian Kemaritiman dan Investasi, perwakilan Kantor Staf Presiden, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, serta jajaran Kementerian ATR/BPN, yaitu para Kepala Kanwil dan Kepala Kantor Pertanahan dari seluruh Indonesia.
Komentar