Jakarta, b-Oneindonesia – Ekonom senior Faisal Basri menilai pemerintah perlu belajar dari penanganan tsunami Aceh 2004 pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menangani pandemi virus corona. Saat itu, tsunami diurus oleh satu orang yang tak menempati jabatan strategis dalam kabinet yakni Ketua Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Kuntoro Mangkusubroto.
“Mungkin bukan Pak Kuntoro-nya yang ditunjuk, tapi kualifikasi seperti Pak Kuntoro-nya, yang full time 24 jam kerja. Tidurnya barangkali cuma 2 jam dan ini dipuji secara internasional. Jadi kita punya pengalaman walaupun lebih parah sekarang kasusnya,” ujarnya dalam webinar yang digelar Kelompok Studi Demokrasi Indonesia, Minggu (20/9).
Ia mengkritik penunjukkan Luhut Binsar Panjaitan sebagai komandan penanganan covid-19 di sembilan provinsi. Sembilan provinsi itu antara lain yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Sumatera Utara, dan Papua.
Menurutnya, sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut tak akan dapat fokus menjalankan tugas-tugas pengendalian Covid-19 yang ditugaskan presiden secara optimal.
Faisal juga berpandangan Luhut sudah terlalu banyak mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo. Sebelum ditunjuk untuk mengendalikan Covid-19 di sembilan wilayah, Luhut juga menjabat dalam Satgas Covid-19 dan PEN.
“Tidak ada yang bekerja full time untuk menangani virus ini. Komandannya itu tidak kerja full time. Ini barangkali yang perlu mudah-mudahan tergerak hatinya, ayo virus ini bahaya sekali, panglima perangnya harus full time,” imbuhnya.
Faisal juga kembali menyampaikan kegeramannya dengan lonjakan anggaran infrastruktur dalam Rancangan APBN 2021. Padahal, belum ada kepastian pandemi virus corona akan berakhir tahun depan
Ironisnya, dalam RAPBN 2021, anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk sektor kesehatan justru turun menjadi Rp25,4 triliun pada tahun depan dari tahun ini yang sebesar Rp87,5 triliun.
“Mudah-mudahan setelah ini pemerintah berubah pikiran karena ini masih RAPBN,” ujarnya.
Komentar