Jakarta b-oneindonesia – Meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu negara tentu memberikan dampak terhadap lingkungan seperti pencemaran udara karena tingginya aktifitas industri. Teknologi nuklir menjadi salah satu bagian dalam pengentasan pemasalahan polusi udara dalam rangka meningkatkan kualitas udara di Indonesia.
Dikutip dari laman Ristekbrin, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Herman Hermawan mengatakan peningkatan polusi udara di beberapa kota di Indonesia disebabkan karena meningkatnya kegiatan masyarakat.
“Meningkatnya alat transportasi di Indonesia dan banyaknya kasus kebakaran hutan di beberapa daerah di Indonesia menjadi salah satu penyebab meningkatnya polusi udara,” kata Herman pada Webinar yang bertajuk Kualitas Udara di Indonesia Sebagai Early Warning Terjadinya Pencemaran Udara pada Akhir Juni lalu.
Dikatakan Herman, tingkat pencemaran udara di perkotaan menjadi salah satu aspek yang dijadikan sebagai indikator kualitas lingkungan di perkotaan. Terkait hal tersebut, KLHK telah membuat regulasi diantaranya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pencemaran Udara dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Herman menyadari, persoalan kualitas udara di Indonesia bukan menjadi persoalan KLHK sendiri namun seluruh pemangku kepentingan juga terlibat, salah satunya adalah Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). “Kerja sama antara KLHK dan BATAN ini diwujudkan dalam bentuk penelitian dan pengembangan kualitas lingkungan hidup melalui aplikasi teknik nuklir untuk karakteristik dan identifikasi sumber pencemaran udara,” ujarnya.
Kepala BATAN, Anhar Riza Antariksawan mengatakan, kerja sama dengan pihak KLHK sudah dimulai sejak tahun 2011 selama kurun waktu 5 tahun. Pada tahun 2016 perjanjian tersebut diperpanjang sebagai bentuk kontribusi BATAN dalam penanganan permasalahan pencemaran udara.
“Sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs) salah satu kontribusi di bidang kota dan pemukiman yang berkelanjutan, BATAN bersama KLHK bekerja sama sejak 2011 dalam penelitian identifikasi polutan udara dengan teknik nuklir yaitu analisis aktivasi neutron,” ujar Anhar.
Menurutnya selama ini banyak masyarakat yang bertanya apa hubungan nuklir dengan lingkungan hidup. Nuklir dipandang sebagian masyarakat hanya berkaitan dengan bom nuklir dan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), meskipun sampai saat ini di Indonesia belum dibangun PLTN.
“Padahal kalau kita tahu pada saat ini yang namanya energi bersih atau yang tidak mengeluarkan emisi CO2 ya kalau tidak energi terbarukan ya energi nuklir. Kita tidak bisa mengesampingkan nuklir bila kita berbicara tentang energi yang bersih,” tambahnya.
Peneliti Senior BATAN, Muhayatun Santoso dalam presentasinya menjelaskan peran aplikasi teknik nuklir untuk melakukan identifikasi polutan udara. Teknik nuklir telah diterapkan di Indonesia melalui pengambilan sampel di kota-kota besar yang meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Beberapa temuan pencemaran udara menurut Muhayatun, mengandung logam berat yang berbahaya bagi manusia. “Beberapa temuan untuk pencemaran logam berat timbal (Pb) di beberapa kota merupakan peringatan dini untuk pemerintah dan pemangku kepentingan agar dapat segera mengambil tindakan yang tepat,” kata Muhayatun.
Melalui penelitian yang menggunakan analisis aktivasi neutron, Indonesia telah memiliki basis data kualitas udara yang dapat digunakan sebagai referensi berbasis ilmiah dalam pengambilan kebijakan. Dengan data tersebut menurut Muhayatun, dapat dibuat regulasi berupa peraturan pemerintah sebagai tindakan yang tepat untuk meningkatkan kualitas udara.
Kunci keberhasilan peningkatan kualitas udara di Indonesia adalah keterlibatan para pemangku kepentingan. “Sinergi lintas institusi perlu dipertahankan dan jejaring pemantauan perlu ditingkatkan agar dapat meningkatkan pemahaman secara lebih komprehensif terkait sumber polutan yang ada,” pungkasnya.
Komentar